PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dalam era globalisasi dan pasar bebas seperti yang terjadi sekarang ini, kita dihadapkan pada situasi dan perubahan yang serba tidak menentu. Ibarat seorang musyafir yang berada di tengah gurun pasir yang dapat tersesat apabila tidak memiliki “kompas” sebagai pedoman dalam bertindak dan berbuat. Dampak dari era globalisasi ini melanda di segala bidang kehidupan termasuk di dalamnya yang terkena dampak ini adalah bidang pendidikan. Hal tersebut telah mengakibatkan hubungan yang tidak relevan antara pendidikan dengan lapangan kerja sehingga tercipta kesenjangan yang luas antara dunia pendidikan dengan lapangan kerja.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, Tilaar (dalam Mulyasa,2003) mengemukan pendidikan nasional dewasa ini sedang dihadapkan pada empat krisis pokok, yang berkaitan dengan kuantitas, relevansi atau efisiensi eksternal, elitisme, dan manajemen sehingga sedikitnya ada enam masalah pokok dalam sistem pendidikan nasional, yaitu :
(1) menurunnya akhlak dan moral peserta didik, (2) pemerataan kesempatan belajar, (3) masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan, (4) status kelembagaan, (5) manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, dan (6) sumber daya yang belum profesional.(Mulyasa, 2003:4)
Menyadari hal tersebut, pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem pendidikan nasional dengan melahirkan UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian ditindaklanjuti dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan antara Pusat dan Daerah membawa konsekuensi baru dalam berbagai kebijakan di segala bidang pembangunan di negara ini, termasuk di dalamnya kebijakan dalam bidang pendidikan.
Indra Jati Sidi (dalam Mulyasa, 2003:6) mengemukakan :
“…empat isu kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang perlu direkontruksi dalam rangka otonomi daerah. Hal tersebut berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan, peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan, dan pemerataan pelayanan pendidikan”.
Dalam hal peningkatan mutu pendidikan Indra Jati Sidi (dalam Mulyasa, 2003:6) menjelaskannya sebagai berikut.
“Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam hal ini dilakukan dengan menetapkan tujuan dan standar kompetensi pendidikan, yaitu dengan melalui konsensus nasional antara pemerintah dengan seluruh lapisan masyarakat. Standar kompetensi yang mungkin akan berbeda antar sekolah atau antar daerah akan menghasilkan standar kompetensi nasional dalam tingkatan standar minimal, normal (mainstream), dan unggulan”.
Sedangkan dalam hal pemerataan pendidikan dijelaskan sebagai berikut.
“Pemerataan pelayanan pendidikan mengarah pada pendidikan yang berkeadilan. Hal ini berkenaan dengan penerapan formula pembiayaan pendidikan yang adil dan transfaran, upaya pemerataan mutu pendidikan dengan adanya standar kompetensi minimal serta pemerataan pelayanan pendidikan bagi siswa pada semua lapisan masyarakat”.
Mengacu pada uraian di atas serta dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, mengantisipasi perubahan-perubahan global dalam persaingan pasar bebas, serta tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan yang tereksploitasi demikian cepat, maka pemerataan pelayanan pendidikan perlu diarahkan pada pendidikan yang transfaran, berkeadilan, dan demokratis. Semua hal tersebut harus dapat dikondisikan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam hal ini, sekolah sebagai sebuah miniatur sebuah masyarakat yang merupakan wahana pengembangan peserta didik, dituntut untuk menciptakan iklim pembelajaran yang demokratis, agar tercipta suatu proses belajar yang menyenangkan.
Untuk menciptakan iklim pembelajaran seperti yang diharapkan tersebut diperlukan suatu perubahan yang cukup mendasar dalam sistem pendidikan nasional, yang dipandang oleh berbagai pihak sudah tidak efektif lagi, dan tidak mampu lagi memberikan bekal, serta tidak dapat mempersiapkan peserta didik untuk dapat bersaing di era globalisasi ini. Perubahan yang mendasar tersebut adalah yang berkaitan dengan kurikulum, yang dengan sendirinya akan menuntut dan mempersyaratkan berbagai perubahan pada komponen pendidikan lainnya.
Sebagai hasil dari analisis yang dilakukan oleh berbagai pihak maka lahirlah kurikulum yang kita kenal dengan nama kurikulum berbasis kompetensi (competency based curriculum), yang diharapkan dapat membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai tuntutan jaman dan tuntutan reformasi, untuk mengantisifasi arus globalisasi, berkontribusi dalam pembangunan masyarakat dan kesejahteraan sosial, lentur, dan adaptif terhadap berbagai perubahan.
2. Pembatasan Masalah
Sadar akan keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang penulis miliki, serta agar dapat memperjelas permasalahan yang penulis bahas, karena pada hakekatnya masalah itu sangat komplek, maka dalam tulisan ini, penulis membatasi masalah pada tantangan dan harapan dengan akan diberlakukannya kurikulum berbasis kompetisi berdasarkan realitas yang penulis temui dan alami di lapangan tempat penulis bekerja sebagai tenaga pendidik.
3. Hipotesis
Dalam tulisan ini penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut :
(1) Dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi, peserta didik dapat dibekali dengan pengetahuan, keterampilan, dan nilai serta sikap yang dapat direfleksikan dalam berpikir dan bertindak.
(2) Dengan penerapan kurikulum berbasis kompetensi, kualitas peserta didik dapat lebih meningkat, untuk menhadapi segala tantangan jaman.
BAB II
KONSEP DASAR KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
A. Pengertian Kompetensi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
McAshan (dalam Mulyasa, 2003:38) memberi pengertian kompetensi sebagai berikut :
“...kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya”.
Sementara itu Finch & Crunkilton (dalam Mulyasa, 2003:38) mengemukakan pengertian kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan.
Memperhatikan uraian di atas terlihat bahwa kompetensi itu mencakup pengetahuan, tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dikuasai peserta didik agar ia dapat melakukan berbagai tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Di sini terlihat bahwa terdapat hubungan tugas-tugas yang dipelajari siswa di sekolah dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja. Hal ini membawa konsekuensi bahwa kurikulum menuntut kerja sama yang baik antara pendidikan dengan dunia kerja, terutama dalam mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi yang perlu diajarkan pada peserta didik di sekolah.
Mengacu pada uraian sebelumnya maka kompetensi menurut penulis dapat diartikan sebagai perpaduan anatara pengetahuan, ketarampilan, sikap, dan nilai yang harus dikuasai peserta didik agar dapat dipergunakan dalam berbagai kegiatan berpikir dan bertindak untuk dapat menghadapi segala tatantangan dalam kehidupannya. Jika hal ini dapat dilakukan secara konsisten dan terus menurus akan membuat seseorang menjadi kompeten, dalam artian ia memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu. Secara singkat Depdiknas (2002) menjelaskan bahwa kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan,dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.
Dasar pemikiran untuk menggunakan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah sebagai berikut :
(1) Kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbegai konteks.
(2) Kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten.
(3) Kompetensi merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran.
(4) Kehandalan kemampuan siswa melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kenerja yang dapat diukur. (Kurikulum Online dalam Mardjukun,2002)
Sementara itu J. Galen Saylor dan William M. Alexander (dalam Nasution, 1986:10) menjelaskan pengertian kurikulum sebagai berikut : kurikulum adalah segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak itu belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, atau di luar sekolah.
Pengertian yang lebih lengkap mengenai kurikulum ini disampaikan oleh William B. Ragam sebagai berikut :
“Kurikulum dalam arti yang luas meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah. Kurikulum mengandung segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab sekolah. Pada satu pihak terdapat ana-anak yang beraneka ragam, di lain pihak kehidupan dalam masyarakat dengan segala masalah tetapi juga keindahan dan kenyataannya. Kurikulum adalah alat atau instrumen untuk mempertemukan kedua pihak itu agar anak dapat merelisasikan bakatnya secara optimal dan disamping itu juga belajar menyumbangkan jasanya untuk meneningkatkan taraf hidup dalam masyarakatnya. (Nasution, 1986:12).
Memperhatikan pengertian kurikulum di atas maka secara singkat dapat dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran.
Dari uraian pengertian kompetensi dan kurikulum di atas, maka kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dapat diartikan :
“Sebagai suatu konsep kurikulum atau seperangkat rencana dan pengaturan yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan tugas-tugas dengan standar tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan peserta didik, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik, agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab”.(Mulyasa, 2003:39)
Secara singkat Depdiknas (2002) memberikan pengertian KBK sebagai seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar siswa, penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Dari dua pengertian di atas maka kurikulum berbasis kompetensi dapat diartikan sebgai seperangkat rencana dan pengaturan tentang komptensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah. Yang perlu dicatat bahwa kompetensi ini harus dapat dicapai secara tuntas (belajar tuntas)
Memperhatikan uraian tersebut, dapat penulis katakan bahwa dalam KBK mencakup sejumlah kompetensi, dan seperangkat tujuan pembelajaran yang dinyatakan sedemikian rupa, sehingga pencapaiannya dapat diamati dalam bentuk perilaku atau keterampilan peserta didik sebagai suatu kriteria keberhasilan. Hal ini berimplikasi pada proses pembelajaran yang harus dilakukan guru. Proses pembelajaran yang berlangsung harus diarahkan untuk membantu peserta didik menguasai sekurang-kurangnya tingkat kompetensi minimal, agar mereka dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan kata lain KBK berorientasi pada :
1) Hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui serangkaian pengalaman belajar yang bermakna.
2) Keberagaman yang dapat dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka seorang guru sedikitnya harus memperhatikan tiga hal dalam melakukan proses pembelajaran, yaitu :
1) Meskipun dilaksanakan secara klasikal, pembelajaran perlu menekankan pada kegiatan individual, serta memperhatikan perbedaan yang ada pada pribadi peserta didik.
2) Pembelajaran diusahakan berlangsung dalam lingkungan belajar yang kondusif dengan penggunaan media dan metode belajar yang variatif, sehingga peserta didik merasa nyaman dan senang dalam belajar.
3) Perlu diberikan waktu yang cukup pada peserta didik untuk menyelesaikan tugas atau praktik yang diberikan, sehingga peserta didik dapat menyelesaikannya dengan baik.
B. Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Depdiknas (dalam Mardjukun, 2002:2) mengemukakan bahwa kurikulum berbasis kompetensi memiliki karakteristik sebagai berikut :
(1) Menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual maupun klasikal.
(2) Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
(3) Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
(4) Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompotensi.
Untuk lebih memperjelas mengenai karakteristik KBK ini, penulis kemukakan juga karakteristik KBK menurut Mulyasa (2003), yang secara garis besarnya dapat penulis kemukakan sebagai berikut :
1) Sistem belajar dengan modul.
Dalam sistem belajar menggunakan modul terbuka kemungkinan peserta didik mengalami kemajuan belajar sesuai dengan kemampuannya, memungkinkan peserta didik dapat mengukur kemajuan belajar yang telah diperoleh, dan memfokuskan pada tujuan pembelajaran yang spesifik dan dapat diukur. Tugas utama seorang guru dalam sistem modul ini adalah : menyiapkan situasi belajar yang kondusif, membantu peserta didik yang mengalami kesulitan dalam memahami isi modul, dan mengadakan penelitian kepada setiap peserta didik.
2) Menggunakan keseluruhan sumber belajar.
Dalam KBK yang dapat menjadi sumber belajar bukan hanya guru saja, tetapi semua hal yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar baik manusia maupun yang bukan manusia, seperti bahan, lingkungan, alat dan peralatan, seta aktivitas pun dapat dijadikan sebagai sumber belajar.
3) Pengalaman lapangan.
Kurikulum berbasis kompetensi dalam proses pembelajarannya lebih menekankan pada pengalaman lapangan. Pembelajaran yang menekankan pada pengalaman lapangan ini akan lebih bermakna jika dilakukan dalam sebuah tim guru, bahkan dalam pengalaman lapangan ini dapat secara sistematik melibatkan masyarakat dalam pengembangan program, aktivitas, dan evaluasi.
4) Strategi belajar individual dan personal
Dalam KBK belajar individual dan personal harus dilakukan secara optimal. Belajar individual adalah belajar mengikuti tempo anak didik, sedangkan belajar personal adalah interaksi edukatif berdasarkan keunikan peserta didik dengan memperhatikan bakat, minat, dan kemampuan.
5) Kemudahan belajar
Kemudahan belajar dalam KBK diberikan melalui kombinasi antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman lapangan, dan pembelajaran secara tim. Penggunaan berbagai alat komunikasi hendaknya dapat dilakukan secara optimal untuk memberi kemudahan belajar pada peserta didik dalam menguasai dan memahami kompetensi tertentu.
6) Belajar tuntas.
Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilakukan di dalam kelas dengan asumsi bahwa “di dalam kondisi yang tepat” semua peserta didik dapat belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal terhadap semua bahan yang dipelajari. Yang dimaksud “dalam kondisi yang tepat itu”, seorang guru harus memperhatikan dua asumsi dalam belajar tuntas, yaitu: 1) adanya korelasi antara tingkat keberhasilan dengan kemampuan potensial atau bakat; 2) apa bila pembelajaran dilaksanakan secara sistematis, maka semua peserta didik mampu menguasai semua bahan yang disajikan.
C. Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dilakukan pada tingkat nasional, tingkat lembaga, tingkat mata pelajaran, dan tingkat satuan bahasan (modul).
Pada tingkat nasional pengembangan kurikulum berbasis kompetensi dilakukan dalam rangka mengembangkan standar kompetensi untuk masing-masing jenjang dan jenis pendidikan, terutama pada jalur pendidikan sekolah.
Pada tingkat lembaga pengambangan KBK dilakukan dengan melakukan kegiatan kegiatan : (1) mengembangkan kompetensi lulusan, dan merumuskan tujuan pendidikan pada berbagai jenis lembaga pendidikan; (2) selanjutnya dikembangkan mata pelajaran yang akan diberikan untuk merelasisaikan tujuan; (3) mengembangkan dan mengidentifikasi tenaga kependidikan sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan; dan (4) mengidentifikasi fasilitas pembelajaran yang diperlukan untuk memberi kemudahan belajar.
Pada pengembangan KBK tingkat mata pelajaran dilakukan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran pada berbagai jenis lembaga pendidikan. Penyusunan silabus ini harus mengacu pada KBK dan perangkat komponen-komponennya yang disusun oleh Pusat Kurikulum, Balitbang, Depdiknas.
Yang terakhir adalah pengembangan KBK di tingkat satuan bahasan (modul). Pada tahap ini dilakukan pengembangan program-program pembelajaran dengan menyusun dan mengembangkan paket-paket modul yang didasarkan pada kompetensi-kompetensi yang telah diidentifikasi dan diurutkan sesuai dengan tingkat pencapaiannya dalam setiap mata pelajaran.
Dengan memperhatikan kondisi negara, kebutuhan masyarakat, dan berbagai perkembangan serta perubahan yang terus berlangsung dewasa ini, maka pengembangan KBK harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum sebagai berikut : (1) keimanan, nilai, dan budi pekerti; (2) Penguatan integritas nasional; (3) keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika; (4) Kesamaan memperoleh kesempatan; (5) abad pengetahuan dan teknoogi informasi; (6) pengembangan keterampilan untuk hidup; (7) belajar sepanjang hayat; (8) berpusat pada anak dengan penilaian yang berkelanjutan dan komprehensif; dan (9) pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
D. Komponen Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kurikulum berbasis kompetensi merupakan kerangka inti yang memiliki empat komponen, yaitu : (1) kurikulum dan hasil belajar; (2) penilaian berbasis kelas; (3) kegiatan belajar mengajar; dan (4) pengelolaan kurikulum berbasisis sekolah.
1) Kurikulum dan Hasil Belajar
Kurikulum dan hasil belajar memuat perencanaan pengembangan kompetensi peserta didik yang perlu dicapai secara keseluruhan sejak lahir sampai 18 tahun. Dengan kata lain KBH ini memuat kompetensi, hasil belajar, dan indikator dari TK/RA sampai dengan kelas XII (SMA). Hal ini sangat bermanfaat bagi guru-guru untuk menentukan apa yang harus dipelajari peserta didik, bagaimana seharusnya mereka dinilai, dan bagaimana pembelajaran disusun.
2) Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian berbasis kelas adalah penilaian yang dilakukan oleh guru terhadap hasil belajar siswa yang didasarkan pada tahapan kemajuan belajarnya sehingga didapatkan potret/profil kemajuan siswa yang utuh sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Untuk itulah PBK harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan sebagai akuntabilitas publik melalui penilain terpadu dengan kegiatan belajar mengajar, dengan mengumpulan kerja siswa (portfolios), hasil karya (products), penugasan (projects), kinerja / unjuk kerja (performance), dan tes tulis (paper & pen).
3) Kegiatan Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar memuat gagasan-gagasan pokok tentang pembelajaran dan pengajaran untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan serta gagasan-gagasan pedagogis dan andragogis yang mengelola pembelajaran agar tidak mekanistik.
Belajar dimaknai sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Dengan demikian guru perlu memberikan dorongan pada siswa untuk menggunakan otoritasnya dalam membangun gagasan. Tanggung jawab belajar berada pada siswa, tetapi guru bertanggung jawab dalam menciptakan situasi yang mendorong prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab siswa untuk belajar sepanjang hayat.
4) Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah
Pengelolaan kurikulum berbasis sekolah memuat berbagai pola pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber lain untuk meningkatkan mutu hasil belajar. Pola ini dilengkapi pula dengan gagasan pembentukan jaringan kurikulum, pengembangan perangkat kurikulum, pembinaan profesional tenaga kependidikan, dan pegembangan sistem informasi kurikulum.
BAB III
HARAPAN DAN TANTANGAN DALAM IMPLEMENTASI
KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI
A. Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi
Implementasi diartikan sebagai proses penerapan ide, konsep, inovasi, atau kebijakan dalam suatu tindakan praktis atau nyata sehingga memberikan dampak baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap. Maka secara singkat implementasi KBK itu dapat diartikan sebagai pelaksanaan ide atau konsep, dan kebijakan kurikulum dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik dapat menguasai sejumlah kompetensi sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan.
Dalam pelaksanaannya implementasi kurikulum, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1) Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup ide baru suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna di lapangan.
2) Strategi implementasi; strategi yang digunakan dalam implementasi sepert, seperti diskusi profesi, seminar, penataran, loka karya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan-kegiatan yang dapat mendorong penggnaan kurikulum di lapangan.
3) Karakteristik pengguna kurikulum; yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, serta kemampuan untuk merealisasikan kurikulum (curriculum planning) dalam pembelajaran. (Mulyasa, 2003:94)
Implementasi KBK secara garis besarnya dapat dibagi dalam dua kegiatan yaitu : (1) pengorganisasian kurikulum dan pembelajaran, dan (2) penilaian.
1. Pengorganisasian Kurikulum dan Pembelajaran
Dalam pengorganisasian kurikulum dan pembelajaran harus memperhatikan asfek-asfek berikut :
(a) Kalender Pendidikan
Penyusunan kalender pendidikan selama satu tahun pelajaran mengacu padaefisiensi, efektifitas, dan hak-hak siswa. Hari efektif dalam satu tahun pelajaran adalah 200 s.d 240 hari yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem semester.
(b) Diversifikasi Kurikulum
Diversifikasi kurikulum mengandung arti bahwa KBK dapat diperluas, diperdalam, dan disesuaikan dengan keberagaman kondisi dan kebutuhan, baik yang menyangkut kemampuan atau potensi siswa maupun yang menyangkut potensi lingkungan.
(c) Penyusunan Silabus
Penyusunan silabus ini harus mengacu pada KBK dan perangkat komponen-komponennya yang dibuat oleh Pusat Kurikulum, Balitbang, Depdiknas. Penyusunan silabus dilakukan oleh sekolah yang memiliki kemampuan mandiri dengan memperhatikan kondisi dan lingkungan di mana sekolah itu berada.
(d) Kegiatan Kurikuler dan Pendekatan Pembelajaran
Kegiatan kurikuler efektif per minggu dimungkinkan untuk dilaksanakan 5 dan 6 hari kerja sesuai dengan kebutuhan sekolah setelah mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan Propinsi.
Ada pun pendekatan pembelajaran diharapkan berpusat pada peserta didik dengan harapan siswa menjadi aktif, kreatif, efektif, menyenangkan, dan mencerahkan.
(e) Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi tuntutan penguasaan bahan kajian dan pelajaran dengan alokasi waktu yang diatur secara sendiri berdasarkan pada kebutuhan. Kegiatan ini dapat berupa pengayaan dan perbaikan, atau kunjunagn ke suatu tempat yang berkaitan dengan esensi materi pelajaran tertentu.
(f) Tenaga Guru
Guru yang mengajar di SD / MI adalah guru kelas yang harus memiliki kualifikasi kompetensi mengajar multi mata pelajaran. Guru yang mengajar di sekolah menengah adalah guru mata pelajaran yang memiliki kualifikasi kompetensi mengajar mata pelajaran yang disertifikasi secara periodik.
(g) Sumber dan Sarana Belajar
Untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran digunakan buku pelajaran, sarana, dan alat belajar yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang ingin dicapai dalam kurikulum.
(h) Bahasa Pengantar
Pada kelas I dan II SD/MI dapat menggunakan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan pembelajaran. Untuk kelas III s.d kelas VI SD/MI mutlak harus menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Untuk jenjang pendidikan menengah dalam mata pelajaran tertentu selain menggunakan Bahasa Indonesia dapat juga menggunakan Bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya untuk mata pelajaran yang relevan.
(i) Nilai-nilai Pancasila
Nilai-nilai Pancasila ditanamkan melalui berbagai kegiatan sekolah, dengan mengacu pada kompetensi pengamalan nilai-nilai Pancasila yang disediakan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang, Depdiknas.
(j) Pendidikan Budi Pekerti
Pendidikan Budi Pekerti dilaksanakan setiap saat secara integral dengan mata pelajaran lainnya, selama kurun waktu berlangsungnya kegiatan pembelajaran di dalam kelas atau kegiatan-kegiatan sehari-hari lainnya di lingkungan sekolah dengan melibatkan seluruh masyarakat sekolah.
(k) Akselerasi Belajar
Akselerasi belajar ini memberi kesempatan pada peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata untuk dapat menyelesaikan materi pelajaran lebih cepat dari masa belajar yang telah ditentukan. Untuk selanjutnya peserta didik yang demikian dapat dimanfatkan sebagai tutor sebaya.
(l) Remidial dan Pengayaan
Kegiatan remidial ditujukan untuk peserta didik yang mengalami kesulitan belajar, sedangkan pengayaan ditujukan kepada mereka yang miliki kemampuan di atas rata-rata.
(m) Bimbingan dan Konseling Pendidikan
Sekolah berkewajiban memberikan bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang menyangkut pribadi, sosial, belajar, dan karier. Selain guru pembimbing, guru mata pelajaran yang memenuhi kriteria pelayanan bimbingan dan karir diperkenankan memfungsikan diri sebagai guru pembimbing. Oleh karena itu guru mata pelajaran harus senantiasa berdiskusi dan berkoordinasi dengan guru bimbingan dan konseling secara rutin dan berkesinambungan.
2. Penilaian
Penilaian atau evaluasi dalam implementasi KBK dilakukan dengan cara : (a) penilaian kelas, (b) tes kemampuan dasar, (c) penilaian akhir satuan pelajaran dan sertifikasi, (d) benchmarking, dan (e) penilaian program.
(a) Penilaian Kelas
Penilaian kelas dilakukan dalam bentuk ulangan harian, pemberian tugas, dan ulangan umum. Tujuannya adalah mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses pembelajaran, dan penentuan kenaikan kelas.
(b) Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program pengajaran (program remidial). Tes ini dilakukan pada setiap tahun akhir kelas III.
(c) Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyuluruh pencapaian ketuntasan belajar dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat Belajar tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir jenjang sekolah.
(d) Benchmarking
Benchmarking merupakan suatu penilaian terhadap proses dan hasil untuk menuju ke suatu keunggulan yang memuaskan. Ukuran keunggulan dapat ditentukan di tingkat sekolah, daerah, atau nasional. Penilaian dilakukan secara berkesinambungan sehingga siswa dapat satu tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan usaha dan keuletannya.
(e) Penilaian Program
Penilaian program secara berkala dan berkesinambungan oleh Depdiknas dan Disdik. Penilaian program dilakukan untuk mengetahui kesusaian kurikulum dengan dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional, serta kesesuaiannya dengan tutntutan perkembangan yang terjadi masyarakat.
B. Harapan Kurikulum Berbasis Kompetisi
Dalam uraian sebelumnya kita mengkaji dan mencoba memahami apa yang tersurat dan tersirat dalam kurikulum berbasis kompetesi, untuk melengkapi kajian di atas berikut ini penulis kemukakan perbedaan KBK dengan kurikulum 1994.
PERBEDAAN KBK DENGAN KURIKULUM 1994
NO | KURIKULUM 1994 | KBK |
1 | Menggunakan pendekatan penguasaan ilmu pengetahu-an,yang menekankan pada i-si atau materi, berupa pe-ngetahuan,pemahaman, apli-kasi,analisis,sintesis,dan e-valuasi yang diambil dari bi-dang-bidang ilmu pengeta-huan. | Menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kompetensi tertentu di sekolah, yang berkaitan dengan pe-kerjaan yang ada di masyarakat. |
2 | Standar akademis yang dite-rapkan secara seragam bagi peserta didik. | Standar kompetensi yang memperha-tikan perbedaan individu,baik kemam-puan,kecepatan belajar,maupun kon-teks sosial budaya. |
3 | Berbasis konten,sehingga peserta didik dipandang se-bagai kertas putih yang per-lu ditulisi dengan sejumlah ilmu pengetahuan (transfer of knowledge) | Berbasis kompetensi,sehingga peserta didik berada dalam proses perkem-bangan yang berkelanjutan dari selu-ruh asfek kepribadian,sebagai peme-karan terhadap potensi-potensi bawa-an sesuai dengan kesempatan belajar yang ada dan diberikan oleh lingkung-an. |
4 | Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi sehingga Depdiknas memo-nopoli pengembangan ide dan konsepsi kurikulum. | Pengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi,sehingga peme-rintah dan masyarakat bersama-sama menentukan standar pendidikan yang dituangkan dalam kurikulum. |
5 | Materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah se-ring kali tidak sesuai dengan potensi sekolah,kebutuhan, dan kemampuan peserta di-dik,serta kebutuhan masya-rakat sekitar sekolah. | Sekolah diberi keleluasaan untuk me-nyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat menga-komodasi potensi sekolah,kebutuhan dan kemampuan peserta didik,serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. |
6 | Guru merupakan kurikulum yang menentukan segala se-suatu yang terjadi di dalam kelas. | Guru sebagai fasilitator yang bertugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan belajar pe-serta didik. |
7 | Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan melalui latihan, seperti latih-an mengerjakan soal. | Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan berdasarkan pemaham-an yang akan membentuk kompetensi individual. |
8 | Pembelajaran cenderung ha-nya dilakukan di dalam ke-las, atau dibatasi oleh empat dinding kelas. | Pembelajaran yang dilakukan mendo-rong terjalinnya kerja sama antara se-kolah, masyarakat, dan dunia kerja dalam membentuk kompetensi peserta didik. |
9 | Evaluasi nasional yang tidak dapat menyentuh asfek-asfek keperibadian peserta didik. | Evaluasi berbasis kelas, yang mene-kankan pada proses dan hasil belajar. |
Mencoba memahami perbedaan KBK dengan kurikulum 1994, maka semakin terlihat keunggulan yang dimiliki KBK. Keunggulan KBK diterjamahkan oleh penulis sebagai harapan yang harus diwujudkan dan direalisasikan oleh semua pihak yang bertanggung jawab terhadap pendidikan.
Keberhasilan dari implementasi KBK dapat dilihat dari indikator berikut ini :
1) Adanya peningkatan mutu pendidikan yang dapat dicapai oleh sekolah.
2) Adanya peningkatan efisiensi dan efektifitas pengelolaan dan penggunaan sumber-sumber pendidikan.
3) Adanya peningkatan perhatian dan partisifasi warga dan masyarakat sekitar sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran yang dicapai melalui pengembilan keputusan bersama.
4) Adanya peningkatan tanggung jawab sekolah kepada pemerintah, orang tua peserta didik, dan masyarakat.
5) Adanya kompetisi yang sehat antar sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan.
6) Dimilikinya jiwa kewirausahaan (ulet, inovatif, dan berani mengambil resiko) dari warga sekolah.
7) Terwujudnya proses pembelajaran yang efektif, dengan penekanan pada empat pilar pendidikan.
8) Terwujudnya iklim sekolah yang aman, nyaman, dan tertib, sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan tenang dan menyenangkan (enjoyble learning)
9) Adanya proses evaluasi dan perbaikan yang berkelanjutan.
C. Tantangan yang Akan Dihadapi Dalam Pelaksanaan KBK
Dalam bagian ini, penulis mencoba mengidentifikasi beberapa hal dan kondisi yang menjadi kendala dalam pelaksanaan KBK di lapangan. Namun alangkah bijaksananya apabila kendala yang akan dan pasti kita temui dimaknai sebagai tantangan. Dengan demikian maka kendala yang akan dan pasti kita hadapi ini tidak akan menyurutkan tekad kita bersama untuk mewujudkan generasi penerus yang mampu menghadapi segala tantangan dan perubahan yang akan ia hadapi dalam kehidupannya, tetapi akan dijadikan sebagai motivasi untuk lebih bersemangat lagi dalam berjuang mengemban tugas mulia ini.
Sebatas wawasan dan pengetahuan yang penulis miliki tantangan itu akan datang dari dalam dan dari luar sistem itu sendiri. Tantangan yang datangnya dari dalam dapat berupa: (1) manajemen sekolah, (2) sumber daya manusia (guru), (3) proses pembelajaran yang masih konvensional, dan (4) anggaran yang tersedia. Sedangkan tantangan yang datang dari luar dapat berupa : (1) situasi sosial politik, dan (2) kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Tantangan yang datangnya dari dalam dapat penulis uraikan sebagai berikut :
1. Manajemen Sekolah
Selama ini pengelolaan sekolah terkesan terasing dari kehidupan masyarakat di sekitar sekolah itu berada, masyarakat tidak dapat berharap banyak dari lulusan sekolah kerja, karena kesenjangan yang ada antara lulusan dengan kehidupan nyata di manyarakat, antara lulusan dengan dunia kerja yang nyata tidak terjalin hubungan yang erat. Dalam bahasa yang lain, bekal yang didapatnya di sekolah, tidak mampu mengantar lulusan untuk bersaing dalam kehidupan yang nyata, yang serba kompetitif dan terus menerus berubah.
Inti dari pembicaraan ini adalah pengelolaan sekolah yang ada sekarang ini, sebatas pengamatan dan sepengetahuan penulis kurang mampu mengantisifasi dan menjawab kebutuhan real yang ada di masyarakat tempat sekolah itu berada.
2. Kualitas Sumber Daya Manusia (Guru)
Guru-guru yang ada sekarang ini kurang memiliki kesempatan untuk ‘modern’. Dalam artian guru kurang mendapat kesempatan untuk modern dalam hal peningkatan produktifitas, penyesuaian diri terhadap pengetahuan baru dan teknik-teknik baru dalam mengajar. Kalau pun ada penataran-penataran atau pun latihan-latihan, sering kali itu merupakan hal-hal yang ‘usang’ yang bukan diperuntukan untuk masa yang akan datang.
Satu dua kesempatan mungkin dimiliki oleh beberapa orang guru untuk mengikuti penataran atau latihan untuk hal-hal yang baru, namun ketika ia kembali ke ‘habitat’nya, ia dihadapkan pada berbagai kendala yang dihadapi dalam melaksanakan ide-ide baru tersebut, yang pada akhirnya ia kembali pada model pembelajaran lama lagi.
3. Proses Pembelajaran yang Cenderung Konvensional
Proses pembelajaran yang berlangsung selama ini terkesan bahwa peserta didik hanya dijadikan obyek semata-mata. Ia hanya dijejali dengan seperangkat pengetahuan yang seringkali sudah tidak relevan dengan kehidupan nyata. Ia dianggap sebagai kertas kosong yang harus diisi dengan tulisan yang sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkannya.
Proses pembelajar yang demikian cenderung mekanistik dan membosankan bagi peserta didik, sehingga dirasa kurang bermakna karena tidak menyentuh kebutuhan alamiah yang sebenarnya dimiliki oleh setiap peserta didik.
4. Anggaran yang tersedia
Dalam setiap program faktor dana / anggaran selalu saja ikut menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan program tersebut, walau pun faktor ini bukanlah satu-satunya yang menentukan keberhasilan.
Perlu dicatat oleh kita bersama bahwa pendidikan yang mahal tidaklah menguntungkan, namun pendidikan yang baik juga bukanlah sesuatu yang murah untuk dilakukan. Realita yang ada sekarang sangat sedikit (kalau tidak bisa dikatakan tidak ada) sekolah yang dianggap mampu memenuhi kebutuhannya dalam menyelenggarakan pendidikan yang baik.
Ada pun tantangan yang datang dari luar dapat penulis uraikan sebagai berikut :
1. Situasi Sosial Politik
Situasi sosial politik yang ada sekarang, sepertinya kurang berpihak pada dunia pendidikan, indikatornya dapat dilihat dari anggaran yang diperuntukan bagi pendidikan tidak pernah beranjak dari angka 5% hingga 7%. Para pembuat kebijakan hanya ramai dengan berbagai kepentingan pribadi dan golongan, kurang memperhatikan isu-isu yang menyangkut masyarakat banyak.
Implementasi KBK sudah pasti memerlukan anggaran yang tidak sedikit, oleh karena itu jika tidak ada niat baik (good will) dari para pembuat kebijakan baik dari pemerintah pusat maupun daerah, maka jangan harap apa yang diamanatkan KBK dapat terwujud.
2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang sekarang ini, walau sudah mulai membaik namun tetap saja masih memprihatinkan. Untuk dapat menyelesaikan pendidikan anak-anaknya di tingkat pendidikan dasar saja sudah sangat berat. Hal ini jelas sangat berpengaruh pada kesadaran akan pendidikan anak-anaknya. Diperparah lagi dengan mutu lulusan sekolah yang kurang dapat diandalkan untuk dapat bertahan hidup karena adanya kesenjangan antara mutu lulusan dengan dunia kerja di masyarakat.
D. Solusi yang Ditawarkan
Seperti yang penulis kemukakan sebelumnya bahwa segala kendala yang ada tersebut, akan dimaknai sebagai tantangan yang harus kita hadapi dan dicoba dicarikan jalan pemecahannya agar amanah dan harapan yang terkandung dalam program tersebut dapat kita wujudkan. Untuk itulah penulis mencoba memberikan alternatif solusi yang dapat dilakukan untuk mencairkan segala tantangan yang kita temukan.
Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) ini erat sekali kaitannya dengan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah (MBS) yang sudah merupakan kebijakan Depdiknas dalam rangka desentralisasi pendidikan untuk mendongkrak kualitas pendidikan. Untuk keperluan itu maka perubahan pengelolaan sekolah adalah sesuatu yang harus dilakukan, dengan kata lain kita harus dapat mereformasi sekolah jika kita ingin mewujudkan apa yang jadi harapan dalam KBK.
1. Fakor-faktor yang Perlu Diperhatikan dalam Reformasi Sekolah
Melalui reformasi sekolah diharapkan sekolah mampu menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik, tidak menjadi lembaga yang mekanistik, birokratik, dan kaku, tetapi menjadi sebuah lembaga yang organik, demokratik, dan inovatif.
Mulyasa (2003) memberikan gambaran tentang faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam reformasi sekolah, yang secara garis besarnya dapat penulis ungkapkan sebagai berikut :
(a) Analisis terhadap tujuan pendidikan nasional, institusional, kurikuler, sampai pada tujuan pembelajaran khusus, dalam kaitannya dengan kompetensi yang diperlukan.
(b) Memperhatikan perbedaan yang ada pada peserta didik baik sosial maupun individual, karena peserta didik bukan hanya obyek pendidikan tetapi juga subyek pendidikan.
(c) Pendidik yang profesional sekaligus memiliki kemampuan personal dan kemampuan sosial.
(d) Isi pendidikan yang berupa pengalaman yang harus dimiliki peserta didik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai melalui pendidikan.
(e) Ketersediaan fasilitas dan sumber belajar.
2. Prioritas dalam Reformasi Sekolah
Reformasi sekolah memang harus dilakukan secara menyuluruh dan luas yang tentu saja akan meliputi arena yang luas, namun kita harus memiliki prioritas yang harus dilakukan. Beberapa hal yang dapat kita jadikan prioritas adalah :
(a) Manajemen Sekolah
Sejalan dengan pelaksanaan MBS maka pengelolaan sekolah diarahkan ke bentuk pengelolaan sekolah yang modern, dalam artian sebanyak mungkin melibatkan masyarakat sehingga kesan sekolah terisolir dari masyarakat dapat dikikis sedikit demi sedikit.
Para pelaksana pengelola sekolah hendaknya bekerja sama dengan sektor-sektor yang ada di masyarakat yang telah lebih dahulu melakukan modernisasi sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.
Kita menyadari ini bukan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan, jika kita memperhatikan kondisi masyarakat kita sekarang ini, namun para pengelola sekolah harus dapat melakukannya dengan memperhatikan asfek-asfek berikut ini :(1) menumbuhkan komitmen untuk mandiri; (2) mengutamakan kepuasan pelanggan; (3) menumbuhkan sikap responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan; (4) menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan tertib; (5) menumbuhkan budaya mutu di lingkungan sekolah; (6) menumbuhkan harapan prestasi yang tinggi; (7) menumbuhkan kemauan untuk berubah; (8) mengembangkan komunikasi yang baik; (9) mewujudkan kebersamaan yang kompad, cerdas, dan dinamis; (10) melaksanakan transfaransi manajemen; (11) menetapkan secara jelas serta mewujudkan visi dan misi sekolah; (12) mengadakan pengelolaan tenaga kependidikan secara efektif; (13) meningkatkan parsifasi warga sekolah dan masyarakat; (14) menetapkan kerangka akuntabilitas yang kuat.
(b) Peningkatan Kualitas Profesionalisme Guru
Masalah ini terkesan klise, namun sangat penting untuk secara terus menerus selalu ditingkatkan dengan memanfaatkan berbagai situasi dan kesempatan yang ada. Seorang guru yang profesional haruslah melengkapi diri dengan berbagai kemampuan profesional, karena pekerjaan yang dilakukannya bukanlah pekerjaan biasa, namun suatu pekerjaan yang profesional juga.
Selain harus memiliki seperangkat kemampuan profesional, yang tidak kalah pentingnya seorang guru harus memiliki sikap yang kreatif dan inovatif, agar ia tidak tertinggal oleh eksploitasi ilmu pengatahuan yang dari hari ke hari demikian cepatnya berkembang. Seorang guru seyogiyanya selalu bersikap positif terhadap setiap pembaharuan di bidang pendidikan maupun di bidang lainnya, yang kesemuanya itu bukan hanya diperuntukkan bagi kepentingan dirinya sendiri, tetapi yang lebih utama adalah untuk kepentingan dan keberhasilan peserta didik dalam belajar.
Bagaimanakah karakteristik guru profesional itu ? Guru profesional memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Selalu membuat perencanaan konkrit dan detail yang siap untuk dilaksankan dalam pembelajaran.
2) Berkehendak mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang menempatkan siswa sebagai arsitek pembangunan dan guru sebagai pelayan.
3) Bersikap kritis dan berani menolak kehendak yang kurang edukatif.
4) Berani meyakinkan kepala sekolah, orang tua dan masyarakat agar dapat berpihak pada mereka terhadap beberapa inovasi pendidikan yang edukatif yang cenderung sulit diterima oleh awam, dengan menggunakan argumentasi yang logis dan kritis.
5) Bersikap kreatif dalam membangun dan menghasilkan karya pendidikan.
Sarana untuk mewujudkan hal itu sebenarnya sudah ada, diantaranya adalah Kelompok Kerja Guru (KKG). Jika saja wadah ini dapat dimanfaatkan secara optimal maka impian kita untuk memiliki guru yang profesional, kreatif, dan inovatif bukan suatu hal yang mustahil untuk diwujudkan.
(c) Perbaikan Proses Pembelajaran
Hal ketiga yang dapat dijadikan sebagai prioritas dalam rangka reformasi sekolah adalah proses pembelajaran. Dengan dimilikinya guru yang profesional maka diharapkan mampu mengadakan perubahan dalam proses pembelajaran.
Perubahan yang dimaksud adalah dengan mencoba menggeser kedudukan peserta yang selma ini hanya dijadikan obyek pembelajaran menjadi obyek dan subyek dalam pembelajaran yang berlangsung. Peserta didik dihargai sebagai mahluk alamiah yang memiliki keinginan, kemampuan yang berbeda. Guru harus dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan di atas rata-rata untuk dapat menyelesaikan tugas belajarnya dalam waktu yang lebih cepat dari yang sudah ditetapkan. Sebaliknya guru juga harus mampu membimbing siswa yang kebetulan memiliki kemampuan di bawah rata-rata dengan memberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas belajarnya.
Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan pembelajaran yang menggunakan modul. Dengan pembelajaran modul maka peserta didik diberi kesempatan yang sama untuk dapat menyelesaikan pembelajaran sesuai dengan kecepatan yang dimilikinya.
(d) Penyediaan Dana yang Memadai
Pendidikan yang baik memang tidak murah, oleh karena dukungan dana sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pendidikan yang baik. Seperti diuraikan sebelumnya bahwa pelaksanaan KBK sangat terkait dengan pelaksaan MBS yang telah menjadi kebijakan Depdiknas sebelumnya.
Salah satu cara untuk mengatasi masalah dana ini adalah dengan memberdayakan Dewan dan Komite Sekolah yang sudah terbentuk di setiap sekolah. Tentu saja ini bukan pekerjaan yang mudah mengingat kondisi dan kesadaran masyarakat kita sekarang ini, namun apa bila kita mau bergerak dan mencoba secara terus menerus mengadakan pendekatan dengan masyarakat, maka secara berangsur-angsur kesadaran masyarakat akan tanggung jawabnya terhadap pendidikan akan meningkat. Jadi semuanya terpulang pada kegigihan kita dalam bekerja dan berjuang memajukan pendidikan di negeri ini.
Sedangkan untuk mengatasi tantangan yang datang dari luar, terutama menyangkut sosial politik, maka kita harus bersinergi menggalang kekuatan dengan berbagai pihak baik yang terkait langsung dengan pendidikan, seperti Dinas Pendidikan dan organisasi profesi (PGRI), maupun dengan kekuatan yang tidak terkait langsung dengan pendidikan seperti lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap pendidikan untuk secara bersama-sama mengadakan penetrasi kepada para pembuat kebijakan agar pendidikan mendapat perhatian yang optimal demi terwujudnya generasi penerus bangsa yang handal.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam era globalisasi ini eksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi dari waktu ke waktu terus berkembang demikian cepatnya, sehingga hampir tidak jarak yang memisahkan antara benua yang satu dengan benua lainnya, antara tempat yang satu dengan tempat lainnya. Hal tersebut menuntut berbagai perubahan dalam segala bidang kehidupan manusia, termasuk di dalamnya bidang pendidikan.
Pendidikan memerlukan perubahan yang cukup mendasar untuk membekali peserta didik agar dapat bertahan dalam kehidupannya. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan dalam kurikulum sekolah, karena kurikulum yang sekarang berlaku sudah dianggap tidak mampu membekali peserta didik untuk bersaing dalam kehidupan sekarang ini. Maka lahirnya kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Kurikulum berbasis kompetensi memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh kurikulum 1994. Salah satu keunggulanyna adalah KBK menggunakan pendekatan kompetensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kempetensi tertentu di sekolah yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat. Sehingga dengan KBK diharapkan tidak terjadi kesenjangan antara sekolah dan masyarakat, antara sekolah dan dunia kerja, antara sekolah dan kehidupan nyata, karena kita menyadari bahwa mereka itu adlah pengguna lulusan sekolah.
Namun dalam realitanya pelaksanaan KBK dihadapkan pada beberapa tantangan yang harus dihadapi dan diantisipasi dengan benar. Tantangan tersebut adalah :
(1) Pengelolaan sekolah yang perlu dimodernisasi
(2) Kualitas profesionalisme guru yang relatif masih rendah
(3) Proses pembelajaran yang masih konvensional
(4) Terbatasnya dana yang dibutuhkan
Agar tantangan tersebut dapat diantisipasi, setidaknya dapat dikurangi maka kita harus melakukan reformasi sekolah, dengan memprioritaskan pada hal-hal yang diidentifikasi sebangai tantangan / kendala tersebut, sehingga harapan yang tersurat dan tersirat dalam kurikulum berbasis kompetensi dapat diwujudkan.
Memperhatikan uraian teoritis yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, maka penulis berkesimpulan bahwa :
(1) Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi dapat mengantarkan peserta didik untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai serta sikap yang dapat direfleksikan dalam berpikir dan bertindak.
(2) Pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi, dapat meningkatkan kualitas peserta didik dalam menghadapi tuntutan kehidupannya.
3. Saran
Sebagai penutup dari tulisan ini ijinkan penulis memberikan saran yang mudah-mudahan dapat bermafaat bagi semua pihak yang peduli pada pendidikan. Saran yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut :
(1) Untuk sekolah. Lakukan reformasi sekolah dengan menitikberatkan pada prioritas yang telah ditentukan.
(2) Untuk rekan sejawat (guru). Berusahalah terus meningkatkan kemampuan profesional kita, dengan mengoptimalkan sarana yang telah tersedia. Bersikaplah positif pada setiap perubahan yang ada.
(3) Untuk pemerintah. Tingkatkan biaya yang dialokasikan untuk pendidikan, sehingga setiap program pendidikan dapat berhasil dengan optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Depdiknas. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: BP. Panca Usaha.
Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2001). Pedoman Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah di Jawa Barat. Bandung: Disdik Prop. Jawa Barat
Engkoswara.dkk. (1995). Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Untuk Angka Kredit Guru SD. Bandung: CV. Karang Sewu.
Fitni,Deuis; Cucu Komara. (2001). Strategi Belajar Tuntas di Sekolah Dasar. Bandung: Media Imtaq.
Mardjukun. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi.(Makalah Diklat). Bandung: Disdik Prop. Jawa Barat
Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Nasution,S. (1986). Asas-asas Kurikulum. Bandung: Jemmars.









Karawang Time
0 komentar:
Posting Komentar