Jumat, Desember 02, 2011

Model Pembelajaran Tematik

MODEL PEMBELAJARAN TEMATIK
Pendahuluan
Salah satu unsur yang berperan dalam keberhasilan suatu pembelajaran adalah proses dalam pembelajaran itu sendiri. Bagaimana proses itu dikemas ? Pendekatan apa yang digunakan dalam proses pembelajaran tersebut ? Peran apa yang dilakukan guru dan siswa ? Sehingga semua kondisi tersebut mengurucut untuk sampai pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Karakteristik siswa merupakan unsur penting yang harus diperhatikan dalam menerapkan pendekatan yang digunakan dalam suatu proses pembelajaran. Oleh karena itu pendekatan yang diterapkan untuk siswa kelas rendah (kelas 1, 2, dan 3) akan berbeda dengan pendekatan yang diterapkan pada siswa kelas atas (kelas 4, 5, dan 6).
Mengacu pada asumsi di atas, maka model pembelajaran tematik merupakan pendekatan yang sangat dianjurkan untuk diterapkan di kelas rendah. Model pembelajaran ini dianggap sesuai dengan karakteristik siswa kelas rendah, sehingga diharapkan jika model ini diterapkan akan mempengaruhi kualitas pembelajaran yang dilakukan sehingga tingkat keberhasilannya akan lebih baik dibanding jika guru menggunakan pendekatan konvensional.

Realitas di Lapangan
Model pembelajaran tematik sudah lama lounching dalam dunia pendidikan kita. Pembelajaran tematik ini lahir bersamaan dengan lahirnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu sejak tahun pelajaran 2006/2007 bahkan sosialisanya sudah dilakukan sebelumnya. Pertanyaanya apakah rekan-rekan guru kelas rendah sudah dengan baik mengiplementasikan pembelajaran tematik ini ?
Sebuah pertanyaan sederhana yang tidak bisa terjawab dengan sederhana. Sepengetahuan penulis, kenyataan di lapangan pengimplementasian pembelajaran tematik ini tidaklah mudah. Hingga saat ini masih banyak rekan-rekan guru kelas rendah belum dapat mengimplementasikan model pembelajaran tematik ini.
Ada beberapa hal yang menyebabkan hal ini terjadi, diantaranya :
  1. Minimnya sosialisasi yang dilakukan pihak yang berkompeten (baca:disdik). Hal ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa tidak banyak guru kelas rendah yang telah mengikuti diklat/pelatihan tentang pembelajaran tematik.
  2. Kurang optimalnya peran KKG yang ada. Idealnya KKG dapat mengantisifasi semua kebutuhan guru yang berkaitan dengan kompetensi. KKG merupakan laboratorium guru dalam mengasah kompetensi yang dimilikinya.
  3. Belum optimalnya peran kepala sekolah. Kepala sekolah memiliki peran yang sangat urgen dalam peningkatan kompetensi guru, karena kepala sekolah adalah pigur yang seharusnya memiliki kompetensi yang lebih dari guru, sehingga apabila guru mengalami kesulitan dalam pembelajaran, maka peran kepala sekolah untuk memberikan pencerahan/solusi menjadi sangat penting.
  4. Motivasi guru untuk meningkatkan kompetensi secara mandiri sangat rendah. Hal ini sangat dominan dalam memperburuk kondisi yang ada. Guru sering kali disibukkan oleh hal-hal lain di luar tugas dan kewajibannya sebagai guru, sementara tugas pokoknya sering kali kurang diperhatikan.
Solusi yang bisa dilakukan 
Banyak yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan kompetensi guru, sehingga rekan-rekan guru dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang muaranya adalah peningkatan kualita siswa. Diantaranya :
  1. Berdayakan KKG, baik yang reguler maupun KKG program BERMUTU. KKG adalah laboratorium guru dalam memecahkan segala persoalan guru yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi. Dalam artian jika seorang guru mendapat kendala pada proses pembelajarannya di kelas maupun di luar kelas, maka hal itu akan dikupasnya, didiskusikannya dalam forum KKG, sehingga didapat satu solusi terbaik yang akan diterapkannya dalam proses pembelajaran berikutnya.
  2. Tingkatkan budaya membaca guru. Dengan tidak bermaksud menggeneralisasi, budaya membaca merupakan momok yang membosan bagi guru (hal ini penulis saksikan di wilayah sekitar penulis bekerja), sehingga hal ini berdampak pada peningkatan kompetensi dari guru itu sendiri. Kita tidak menutup mata, secara kualifikasi rekan-rekan mungkin sudah berijazah D-II, S-1, bahkan ada yang S-2, tapi secara faktual kompetensi mereka tidak meningkat secara signifikan (baca : maaf kompetensi yang dimilikinya tidak sesuai dengan gelar formal yang disandangnya), mengapa hal ini terjadi, karena memang paradigma mereka pada saat mengejar kualifikasi pendidikannya tidak berbasis kompetensi, tetapi hanya didasarkan pada yang bersifat finansial (baca : pangkat, jabatan atau sertifikasi).
  3. Berdayakan KKKS yang ada. Keberadaan KKKS seharusnya sinergi dengan keberadaan KKG. Ketika KKG berusaha untuk meningkatkan kompetensi guru, maka di sisi lain KKKS berusaha untuk meningkatkan kompetensi kepala sekolah. Jika saja hal ini terjadi maka sinergitas KKG dan KKKS akan tercipta dengan baik.
Itulah sekelumit outokritik yang dapat penulis bagi dengan rekan-rekan. Untuk rekan-rekan guru yang semoga tidak terjangkit "fobia baca" silahkan dibaca salah satu referensi yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kita - insan pendidik - yang insya allah selalu haus akan ilmu pengetahuan. Bagi yang merasa butuh tentang pembelajaran tematik, silakan diklik link di bawah ini !
http://www.ziddu.com/download/17647696/ModelPembelajaranTematikKelas1.doc.html

1 komentar:

Mantaaap pak,,,, :D artikel yg sangat berguna bagi rekan2 guru, terutama guru kls rendah...

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More